Berikut ini adalah contoh gambar 1

Web site ini masih dalam pengelolaan Darnoto.

Berikut ini adalah contoh gambar 2

Web site ini masih dalam pengelolaan Darnoto.

Berikut ini adalah contoh gambar 3

Web site ini masih dalam pengelolaan Darnoto

Berikut ini adalah contoh gambar 4

Web site ini masih dalam pengelolaan Darnoto.

Berikut ini adalah contoh gambar 5

Web site ini masih dalam pengelolaan Darnoto.

Minggu, 30 November 2014

GAYA KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan merupakan kegiatan sentral di dalam sebuah organisasi, dengan seorang pimpinan puncak sebagai figur sentral yang memiliki wewenang  dan tanggung jawab dalam mengefektifkan organisasi untuk mencapai tujuannya. Pemimpin sebagai figur sentral mempunyai peran strategis yaitu menyatukan individu-individu untuk bergerak menuju arah yang sama untuk dengan segala daya upaya yang ada. Wewenang dan tanggung jawab seperti itu, menunjukkan bahwa keberadaan pimpinan tidak bisa dipisahkan dengan organisasi, baik formal maupun informal, sedangkan organisasipun tidak dapat dipisahkan dari anggotanya yang terdiri dari individu-individu.

Ada teori yang menyatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan dibuat. Ada pula yang menyatakan bahwa pemimpin itu terjadi karena adanya kelompok-kelompok orang-orang, dan ia melakukan pertukaran dengan yang dipimpin. Teori lain mengemukakan bahwa pemimpin timbul karena situasi yang memungkinkan ia ada.  Dan teori paling muktahir melihat kepemimpinan lewat prilaku organisasi. Kepemimpinan adalah seni seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Agus dharma juga mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang ditunjukkan seseorang pada saat ia mempengaruhi orang lain.[1]
Assalamu'alaikum wr wb....
ANDA MAHASISWA??? BUTUH BIAYA UNTUK KULIAH?..BUTUH UANG UNTUK JAJAN??
ATAU PENGEN MEMBANTU ORANG TUA??....TEPAT!!!!!DISINI TEMPATNYA....
SEBUAH INFO UNTUK KESUKSESAN ANDA, ada di SINI : ...ADA PERMASALAHAN DALAM EKONOMI ANDA???.. ATAU SEKEDAR BUTUH TAMBAHAN PENGHASILAN??..butuh modal untuk usaha anda??? DI SINI SOLUSINYA... Klik:"UBAH HIDUP KITA"
ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala benar-benar memuliakan orang-orang yang bersedekah. Ia menjanjikan banyak keutamaan dan balasan yang menakjubkan bagi orang-orang yang gemar bersedekah. Sungguh keajaiban sedekah ini memiliki keutamaan yang besar. MAKA KAMI MENYEDIAKAN SISTEM UNTUK ANDA DI SINI...KESEMPATAN EMAS BUAT MERUBAH EKONOMI KITA MENJADI LEBIH BAIK ...hanya di SEDEKAH MERUBAH HIDUP KITA
Allah berfirman:
                    إِنَّ الْمُصَّدِّقِينَ وَالْمُصَّدِّقَاتِ وَأَقْرَضُوا اللَّهَ قَرْضاً حَسَناً يُضَاعَفُ لَهُمْ وَلَهُمْ أَجْرٌ كَرِيمٌ
Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (Qs. Al Hadid, Ayat: 18)..
JADI BUKTIKAN LAH DI SINI...KARENA JANJI ALLAH PASTI BENARNYA...CUKUP bersedekah
Rp. 50.000,- dan pasti Allah akan melipat gandakannya...BURUAN DAFTAR...!!!!! Berapa hari uang sebesar RP.50.000,- akan bertahan dalam saku anda???... Maka buatlah berlipat GANDA dengan bergabung di http://buzurl.com/op05
Banyak keutamaan ini seakan-akan seluruh kebaikan terkumpul dalam satu amalan ini, yaitu sedekah. Maka, sungguh mengherankan bagi orang-orang yang mengetahui dalil tersebut dan ia tidak terpanggil hatinya serta tidak tergerak tangannya untuk banyak bersedekah. Semoga kita senantiasa diberi nikmat dan kesadaran untuk bersedekah.
JADI SEGERA BERGABUNG DI....http://buzurl.com/op05
Wassalamu'alaikum wr wb.....

B.     Rumusan Masalah
Di dalam makalah ini penulis hanya akan membahas gaya kepemimpinan yang sudah tertera secara spesifik akan dibahas yang terdapat di dalam silabus mata kuliah kepemimpinan pendidikan, diantaranya:
1.         Apa yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan kontinum?
2.         Apa yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan grid?
3.         Apa yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan tiga dimensi?
4.         Apa yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan situasional?

C.     Tujuan Penulisan Makalah
Dari rumusan di atas dapat disusun tujuan penulisan makalah ini, yaitu:
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan kontinum.
2.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan grid.
3.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan tiga dimensi.
4.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan situasional.

D.    Manfaat Penulisan  Makalah
Penulisan makalah ini mempunyai beberapa manfaat, diantaranya bagi penulis, hal ini sebagai bahan latihan dalam penulisan karya ilmiah. Bagi mahasiswa pascasarjana UNISNU, makalah ini ditujukan sebagai referensi studi terhadap berbagai tipe gaya kepemimpinan.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Gaya Kepemimpinan Kontinum
Perilaku atau gaya kepemimpinan menurut Tannenbaum dan Schmidt memiliki tiga faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merealisasikan kepemimpinan yang efektif. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut[2]:
1.      Kekuatan pemimpin, yang dimaksud adalah kondisi diri seorang pemimpin yang mendukung dalam melaksanakan kepemimpinannya, seperti latar belakang pendidikan, pribadi, pengalaman dan nilai-nilai dalam pandangan hidup yang dihayati dan diamalkannya (dipedomani dalam berfikir, merasakan, bersikap dan berperilaku).
2.      Kekuatan anggota organisasi sebagai bawahan, yang dimaksud adalah kondisi diri pada umumnya yang mendukung pelaksanaan kepemimpinan seorang pemimpin sebagai atasan, seperti pendidikan/ pengetahuan, pengalaman, motivasi kerja/ berprestasi, dan tanggung jawab dalam bekerja.
3.      Kekuatan situasi, yang dimaksud adalah situasi dalam interaksi antara pemimpin dengan anggota organisasi sebagai bawahan, seperti suasana atau iklim kerja, suasana organisasi secara keseluruhan termasuk budaya organisasi dan tekanan waktu dalam bekerja.
Berdasarkan ketiga kekuatan tersebut, Tannenbaum dan Schmidt mengembangkan model kontinum perilaku  atau gaya kepemimpinan berupa suatu garis yang diawali dari titik yang menunjukkan perilaku yang terpusat pada pemimpin dan diakhiri pada titik yang menunjukkan perilaku yang terpusat pada bawahan. Perilaku tersebut berpengaruh pada pengambilan keputusan dalam kepemimpinan.

Dalam perilaku ini terdapat tujuh perilaku atau gaya kepemimpinan yang dilakukan dalam bentuk pengambilan keputusan dalam kepemimpinan, yaitu sebagai berikut:[3]
1.        Pemimpin sebagai pengambil keputusan, yang berarti berperan aktif dalam mengelola dan mengendalikan anggota/ organisasi.
2.        Pemimpin menjual (menawarkan) keputusan, dalam arti pemimpin berperan membuat alternatif keputusan yang ditawarkan pada anggota organisasi untuk dipilih tanpa diubah,
3.        Pemimpin menyampaikan gagasan dan meminta anggota organisasi menyampaikan pernyataan-pernyataan atau membahasnya sebelum ditetapkan menjadi keputusan,
4.        Pemimpin menawarkan keputusan yang boleh didiskusikan dan dapat diubah sebelum ditetapkan, \
5.        Pemimpin menyampaikan masalah, menerima saran, dan membuat keputusan,
6.        Pemimpin menyerahkan pembuatan keputusan kepada kelompok, dengan didahului memberikan batas-batas yang tidak boleh dilampaui, dan
7.        Pimpinan mempercayakan pada anggota organisasi sebagai bawahan untuk menjalankan fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang ditetapkan pimpinan sebagai atasan.
B.     Gaya Kepemimpinan Grid
Blake dan Mounton di dalam Fred Luthans mengetengahkan suatu usaha untuk mengidentifikasi gaya atau perilaku kepemimpinan yang efektif di dalam managemen yang disebut dengan managerial Grid. Pendekatan ini berdasarkan perilaku kepemimpinan yang memiliki dua dimensi. Dimensi yang mengutamakan produktifitas (concern for production) ditempatkan pada sumbu horisontal, dan dimensi yang mengutamakan karyawan (concern for people) yang ditempatkan pada sumbu vertikal. Tinggi rendahnya dua dimensi itu tadi dinyatakan dengan angka 1 sampai dengan angka 9. Angka satu menunjukkan perhatian minimum, angka lima menunjukkan tingkat perhatian medium, dan angka sembilan menunnjukkan perhatian maksimum. Menurut teori ini dimensi perhatian terhadap produk dan dimensi perhatian terhadap karyawan, dapat dikombinasikaiin menjadi 8 kemungkinan perilaku atau gaya kepemimpinan. Namun teori ini memberikan penekanan dengan dibatasi dengan lima perilaku atau gaya kepemimpinan saja. Empat gaya terletak di sudut dan satu macam gaya terletak di tengah manajerial grid, berikut ini gambar diagram grid-nya.[4]


Keterangan:
1)      Pada grid 1.1 gaya kepemimpinan menunjukkan bahwa pemimpin sangat sedikit memikirkan karyawan dan produksi yang dihasilkan oleh organisasinya.
2)      Pada grid 9.9 gaya kepemimpinan ditandai dengan rasa tanggung jawab yang tinggi dalam memikirkan anggotanya dan mewujudkan produktifitas organisasi yang tinggi
3)      Pada grid 1.9 gaya kepemimpinan menunjukkan tanggung jawab yang tinggi terhadap anggota organisasi tetapi rendah dalam memikirkan produktifitasnya.
4)      Pada grid 9.1 gaya kepemimpinan ditampilkan dengan memberikan perhatian yang besar pada produktifitas, tetapi kurang dalam memperhatikan anggota organisasi.
5)      Pada grid 5.5 gaya kepemimpinan berada di tengah-tengah, yang berarti pemimpin memikirkan secara berimbang secara medium baik sisi produktifitas maupun perhatian kepada anggota organisasinya.
C.     Gaya Kepemimpinan Tiga Dimensi.
Menurut Reddin (dalam hawari: 2003) menyatakan ada tiga pola dasar yang dapat dipergunakan dalam menetapkan pola perilaku kepemimpinan, yaitu:
1.    Berorientasi  pada tugas (task orriented)
2.    Berorientasi pada hubungan (relationship orriented)
3.    Berorientasi pada effektifitas (effectiveness orriented)
Oleh karena tolok ukur yang umum digunakan adalah kepemimpinan yang efektif dan tidak efektif, maka berikut ini akan dijelaskan pendapat Reddin yang mengembangkan ketiga orientasi kepemimpinan menjadi delapan gaya kepemimpinan berdasarkan tolok ukur tersebut.[5]
1.    Perilaku/ gaya kepemimpinan yang tidak efektif terdiri dari:
a.         Deserter (pembelot), yang menunjukkan perilaku kepemimpinan yang tidak ada rasa keterlibatan dengan anggota dan organisasi, moral rendah, tindakannya sukar diprediksi.
b.         Missionary (pelindung dan penyelamat), yang menunjukkan perilaku kepemimpinan sebagai penolong yang lemah dan menggampangkan masalah yang dihadapi.
c.         Autocrat (otokrasi), yang menunjukkan perilaku kepemimpinan yang keras kepala dan bandel karena merasa benar sendiri.
d.        Compromisser (kompromis), menunjukkan perilaku kepemimpinan tidak tetap pendirian, menunda-nunda dan  bahkan tidak membuat keputusan, berwawasan/ pandangan dangkal.
2.    Gaya kepemimpinan yang efektif terdiri dari:
a.         Bureaucrat (birokrat), menunjukkan perilaku kepemimpinan patuh dan taat pada peraturan, memiliki kemampuan berorganisasi (manusia organisasi), dan cenderung lugu.
b.         Developer atau pembangun dalam memajukan dan mengembangkan organisasi, yang menunjukkan perilaku kepemimpinan kreatif, melimpahkan wewenang, dan menaruh kepercayaan yang tinggi pada anggota sebagai bawahan.
c.         Benevolent autocrat (otokrasi yang lunak/ disempurnakan), menunjukkan perilaku kepemimpinan dalam bekerja lancar dan tertib, ahli dalam pengorganisasian, dan memiliki rasa keterlibatan diri dalam menggunakan kewenangan atau kekuasaan pemimpin.
d.        Executive (eksekutif), menunjukkan perilaku bermutu tinggi, memiliki kemampuan memberikan motivasi pada anggota organisasi sebagai bawahan dan berpandangan luas.
D.    Gaya Kepemimpinan Situasional
Setiap organisasi dalam perjalanan sejarahnya tentu akan menemui situasi-situasi yang berbeda dari masa kemasa, oleh karena itu organisasi dengan sistem kepemimpinan tunggal tidak mungkin bisa merespon semua kondisi yang berubah tersebut secara keseluruhan.  Dengan kata lain, tidak mungkin suatu organisasi hanya dipimpin dengan perilaku atau gaya kepemimpinan tunggal untuk segala situasi terutama apabila organisasi tersebut terus berkembang menjadi besar dengan jumlah anggota yang semakin bertambah.[6]
Respon atau reaksi yang timbul berfokus pada pendapat bahwa dalam menghadapi situasi yang berbeda diperlukan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda pula, hal ini sering disebut dengan Teori Kontingensi (Contingency Approach). Disamping itu karena perilaku kepemimpinan harus sesuai dengan situasi yang dihadapi seorang pemimpin, maka teori ini juga disebut dengan Teori Situasional (Situasional Approach).
1.         Kepemimpinan situasional dari Fiedler
Menurut fiedler terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang dapat mempengaruhi kepemimpinan untuk mengefektifkan organisasi. Ia mengatakan pula bahwa terdapat tiga dimensi di dalam situasi yang dihadapi oleh pemimpin.
a.       Hubungan pemimpin-anggota (the leader-member relationship)
Dimensi ini merupakan variabel yang sangat penting dalam menentukan situasi yang menguntungkan.
b.      Derajat dari susunan tugas (the degree of task structure)
Dimensi ini merupakan variabel ke dua yang sangat penting dalam menentukan situasi yang menguntungkan.
c.       Posisi kekuasaan pemimpin (the leader’s position power)
Dimensi ini yang diperoleh melalui kewenangan formal merupakan variabel yang sangat penting ketiga dalam menentukan situasi yang menguntungkan.
Situasi yang menguntungkan dalam menjalankan kepemimpinan adalah hubungan baik antara pimpinan dengan bawahan dalam arti pemimpin dapat diterima oleh orang-orang yang dipimpinnya atau sebaliknya. Dalam hubungan yang serasi antara kedua belah pihak, terbina suasana persahabatan, tidak ada perselisihan, setiap ada masalah bisa diselesaikan antara kedua belah pihak.
2.         Kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard
Paul Hersey dan K.H. Blanchard telah mengembangkan suatu teori tentang gaya kepemimpinan situasional (situasional leadership theory). Teori ini menyatakan bahwa keefektifan kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh tingkat kemampuan (kesiapan dan kematangan) anggota organisasi atau bawahan dalam menerima atau menolak pemimpin.
Berdasarkan tingkat kesiapan dan kematangan itu gaya kepemimpinan dibagi menjadi empat perilaku:
a)        Telling Style (gaya mengatakan/ memerintah/ mengarahkan )
Gaya ini berorientasi tinggi pada tugas dan rendah pada hubungan dengan anggota atau bawahan.
b)        Selling Style (menawarkan/ menjual)
Gaya kepemimpinan ini dilaksanakan dengan perilaku orientasi tugas dan hubungan yang keduanya tinggi.
c)        Participating Style (gaya partisipasi)
Gaya kepemimpinan ini dilaksanakan dengan orientasi pada tugas rendah dan hubungan dengan anggota tinggi.
d)        Deligating Style (gaya pendelegasian wewenang)
Gaya kepemimpinan ini dilaksanakan dengan orientasi tugas rendah dan hubungan dengan anggota juga rendah. 
  
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian singkat makalah yang telah kelompok kami sajikan diatas, maka sebagai kesimpulannya akan kami sampaikan beberapa hal diantaranya adalah sebagai berikut:
Secara garis besar kepemimpinan kontinum dipengaruhi oleh tiga bidang yaitu: bidang pengaruh pimpinan, bidang pengaruh kebebasan bawahan, dan bidang situasi yang mempengaruhi pembuatan keputusan. Ketiga hal tersebut berperan aktif terhadap pemimpin dalam membuat keputusan.
Kepemimpinan grid, Dalam pendekatan managerial grid ini, manajer berhubungan dengan 2 hal yakni produksi di satu pihak dan orang-orang di pihak lain. Managerial Grid menekankan bagaimana manajer memikirkan produksi dan hubungan manajer serta memikirkan produksi dan hubungan kerja dengan manusianya. Bukannya ditekankan pada berapa banyak produksi harus dihasilkan, dan berapa banyak ia harus berhubungan dengan bawahan.
Kepemimpinan tiga dimensi, Reddin menyatakan ada tiga pola dasar yang dapat dipergunakan dalam menetapkan pola perilaku kepemimpinan, yaitu: Berorientasi  pada tugas (task orriented), Berorientasi pada hubungan (relationship orriented), Berorientasi pada effektifitas (effectiveness orriented).
Kepemimpinan situasional, Teori ini menyatakan bahwa keefektifan kepemimpinan sangat dipengaruhi oleh tingkat kemampuan (kesiapan dan kematangan) anggota organisasi atau bawahan dalam menerima atau menolak pemimpin

B.     Penutup
Akhirnya segala masukan dan kritik untuk perbaikan makalah ini selalu kami tunggu. Mohon maaf atas ketidaksempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA

Tilaar. H.A.R.  Kekuasaan dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan Nasional dalam Pusaran Kekuasaan,Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Fattah, Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009
Agus Dharma, Gaya Kepemimpinan Yang Efektif Bagi Para Manager, Bandung: PT. Sinar Baru, 1984
Hadari Nawawi, Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006




[1] Agus Dharma, Gaya Kepemimpinan Yang Efektif Bagi Para Manager, (Bandung: PT. Sinar Baru, 1984), Hlm.37
[2] Hadari Nawawi, Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006), Hlm. 98
[3] Ibid, Hlm.100
[4] Ibid., Hlm. 87-90
[5] Ibid., Hlm. 97-98
[6] Ibid., hlm.94

Jumat, 21 November 2014

ILMU HADITS



          Rasulullah SAW menghabiskan dua puluh tiga tahun untuk mendakwahkan Islam. Menyampaikan hukum-hukum dan ajaran-ajarannya. Sehingga kepulauan Arabia dan sekitarnya telah memeluk agama Islam. Jangka waktu selama itu sekaligus merupakan periode pengajaran praktis dan sendi dasar bagi pembangunan peradaban Islam yang luhur yang telah merubah wajah sejarah dan mengembangkannya dengan senjata peradaban di segala aspek kehidupan.
         
Menyampaikan risalah dan amanah merupakan tugas penting yang sangat berat dan penuh resiko yang hanya mampu dipikul oleh rasul-rasul yang mendidik dan mengajar beliau dengan perhatian-Nya yang bersifat ketuhanan, agar beliau mampu memangku tugas risalah dan menyampaikannya kepada umat Islam. Wahyu yang diberikannya juga ia terapkan dalam setiap perkataan, perbuatan dan taqrir beliau yang kita kenal dengan hadis. Hadis terbagi atas beberapa periode akan tetapi dalam hal ini penulis akan membahas perkembangan hadis dimasa Rasul SAW, sahabat dan tabiin.

 
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadis
         
Hadis atau Al-Hadits menurut bahasa Al-Jadid yang artinya sesuatu yang baru, warta, berita yang belum lagi lama dekat. Menurut istilah hadis adalah :

a) Ahli Hadis : Segala Ucapan, perbuatan dan keadaan Rasul. Berita baik dari Nabi, Sahabat dan Tabi’in.

b) Ahli Ushul : segala perkataan Nabi SAW, perbuatan dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum Syara’ dan ketetapannya.

c) Ibnu Taimiah : Segala yang diriwayatkan dari Nabi sesudah beliau menjadi Nabi, baik perkataan, perbuatan maupun pekerjaan atau ikrarnya.

d) Sebahagian Ulama : Perkataan, perbuatan, Taqrir Nabi, sahabat dan tabi’in.[1]
 
B. Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Hadis
         
Usaha mempelajari sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadis ini diharapkan dapat mengetahui bagaimana sikap dan tindakan umat Islam yang sebenarnya baik dimassa lalu maupun sekarang. Karena jika kita lihat kebelakang tentunya kita akan mengetahui bagaimana Rasul menyampaikan wahyu kepada manusia lainnya.[2]
         
1. Hadis Pada Masa Rasul SAW
         
Membicarakan hadis pada masa Rasulullah SAW berarti membicarakan hadis pada masa pertumbuhan yang berkaitan dengan kepribadian Nabi yang dalam hal ini sebagai sumber hadis. Dalam menerima wahyu dan hadis para sahabat juga dituntut untuk serius dan hati-hati dalam mempelajarinya karena mengingat mereka adalah pewaris pertama ajaran agama islam.
         
Wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dijelaskan melalui perkataan, perbuatan dan penetapan Taqrirnya. Sehingga apa yang didengar, dilihat dan disaksikan dari Nabi akan menjadi bahan pedoman bagi amaliah dan ubudiah para sahabat karena melihat Rasulullah adalah satu-satunya figur yang paling sempurna dan ada hal-hal yang membedakannya dengan manusia lain sehingga mereka menjadikan Nabi sebagai Suri Tauladan dari umat islam baik sekarang maupun yang akan datang.

a. Cara Rasul Menyampaikan Hadis
         
Hadis dalam masa Rasulullah memiliki satu keistimewaan dibandingkan hadis pada masa sahabat dan pada masa tbi’in yaitu hadis pada masa Rasulullah diperoleh secara langsung dari Nabi sendiri tanpa harus ada perantara dan tanpa menggunakan Hijab. Sehingga apa yang dikatakan dan dilakukan oleh Nabi dapat disaksikan langsung oleh para sahabat.
         
Allah mengutus Nabi Muhammad dan mewahyukan Al Qur’an kepadanya sebagai pedoman hidup manusia dan semua yang disampaikan Nabi merupakan wahyu bagi Umat manusia yang kita kenal sebagai Hadis dan Sunnah Nabi. Oleh karena itu, sebagi umat manusia harus mengikuti ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi karena dalam setiap perkataan, perbuatan dan taqrir beliau merupakan perintah bagi kita sebagai umatnya. Allah berfirman :
         
”Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”. (QS. Al Najm (53) : 3-4)
         
Dalam surat ini, Allah menjelaskan bahwa dalam setiap perkataan Nabi Muhammad itu adalah benar dan itu merupakan apa yang Allah perintahkan kepadanya untuk disampaikan kepada umatnya dan itu bukanlah hasil rekayasa Nabi. Oleh karena itu para sahabat menjadikan Nabi Muhammad sebagai objek untuk mencari referensi tentang apa yang tidak mereka ketahui baik dalam urusan dunia maupun urusan akhirat. Dan hal tersebut mereka jadikan pedoman bagi kehidupan mereka dan kemudian mereka aplikasikan kedalam kehidupan mereka masing-masing. Hal ini mereka laksanakan guna untuk mencapai tingkat kesempurnaan dalam beragama. Untuk mencapai tujuan inilah Nabi dan para sahabatnya sering mengadakan pertemuan di berbagi tempat, misalnya di Masjid, dirumah Nabi, Pasar, ketika dalam perjalanan dan ketika nabi berada dirumah.[3]
         
Ditempat-tempat inilah Nabi dan para sahabatnya sering berkumpul untuk mendengarkan hadis dari Nabi yang terkadang disampaikannya melalui Musyafahah dan terkadang melalui Musyahadah.
b. Perbedaan Para Sahabat Dalam Menguasai Hadis
         
Semua sahabat umumnya menerima hadis dari Nabi SAW, akan tetapi masih ada sedikit perbedaan dalam pengetahuannya. Ada yang pengetahuannya lebih dan ada juga yang sedikit. Ini diakibatkan karena beberapa hal yaitu ;

• Perbedaan mereka dalam soal kesempatan bersama Rasul
• Perbedaan mereka dalam soal kesanggupan bertanya kepada sahabat lain.
• Perbedaan mereka kerena perbedaannya waktu masuk islam dan jarak tempat   tinggail dari masjid Rasul SAW.
         
Ada beberapa sahabat yang tercatat sebagai sahabat yang banyak menerima hadis dari Rasul SAW dengan beberapa penyebab yaitu :

• Yang mula-mula masuk Islam yang dinamai as sabiqunal awwalun, seperti khulafa Empat dan Abdullah Ibnu Mas’ud

• Yang selalu berada di samping Nabi dan bersungguh-sungguh manghafalnya, seperti Abu Hurairah.

• Yang lama hidupnya sesudah Nabi, dapat menerima hadis dari sesama sahabat, seperti Anas ibn Malik dan Abdullah Ibnu Abas.

• Yang erat hubungannya dengan Nabi, seperti Aisyah dan Ummu Salamah.[4]

c. Menghafal Dan Menulis Hadis

• Menghafal Hadis
         
Para sahabat dalam menerima hadis dari nabi berpegang pada kekuatan hafalannya. Ini juga dilaksanakan untuk menjaga kemurnian dan mencapai kemaslahatan Al Qur’an dan Hadis sebagai dua sumber utama hukum Islam. Para sahabat menerima wahyu dengan jalan hafalan bukan dengan tulisan karena sahabat Rasul yang dapat menulis hanya sedikit. Para sahabat mendengar, melihat apa yang dilakukan Nabi baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir Nabi mereka pahami dengan penuh perhatian. Dan untuk menjaga kemurnian Al Qur’an Nabi memerintahkan kepada sahabatnya untuk menulis Al Qur’an sedangkan hadis hanya perlu dihafal. Ini juga untuk menjaga agar Al Qur’an tidak bercampur dengan hadis seperti dalam Riwayat Muslim :
          ”Janganlah kalian tulis apa saja dariku selain Al Qur’an, barang siapa yang telah menulis dariku selain Al Qur’an, hendaklah dihapus. Ceritakan saja apa yang diterima dariku, ini tidak mengapa. Barang siapa berdusta atas namaku dengan sengaja hendaklah ia menempati tempat duduknya dineraka”.(HR Muslim).[5]
         
Oleh karena itu sahabat Nabi pada saat itu tidak pernah menulis apa yang disampaikan Nabi selain Al Qur’an. Dan apa yang disampaikan oleh Nabi diingat secara sungguh-sungguh oleh para sahabatnya. Ada dorongan kuat yang cukup memberikan motivasi kepada para sahabat dalam kegiatan menghafal hadis ini. Pertama,karena kegiatan menghafal merupakan budaya bangsa Arab yang telah diwarisinya sejak Praislam dan mereka terkenal kuat hafalannya; Kedua, Rasul SAW banyak memberkan spirit melalui doa-doanya; Ketiga, Seringkali Ia menjanjikan kebaikan akhirat kepada mereka yang menghafal hadis dan menyebarkannya kepada orang lain.

• Menulis Hadis
         
Semua penulis sejarah Rasul, ulama hadits barpendapat untuk menetapkan bahwa Al-Qur’an mendapat perhatian penuh dari rasul dan dari sahabat. Adanya hadis yang di atas tadi tidak menghalangi adanya para sahabat yang menulis hadis dengan cara tidak resmi, akan tetapi dalam Riwayat HR Bukhari tertulis bahwa : Ada seorang sahabat Nabi yang bernama Abdullah Ibn Amr-’Ash memiliki catatan hadis nabi yang menurut pengakuanya dibenarkan oleh Rasul SAW sehingga dinamakan dengan Al-Sahifah. Menurut suatu riwayat diceritakan, orang-orang Quraisy mengeritik sikap Abdullah ibn Amr, karena selalu menulis apa yang datang dari Rasul SAW, mereka barkata :”Engkau tuliskan apa saja yang datang dari Rasul, padahal Rasul itu manusia, yang bisa saja bicara dalam keadaan marah”. Kritik ini disampaikan kepada Rasul SAW, dan Rasul menjawabnya dengan mengatakan :
”Tulislah! demi zat yang diriku berada di tangan-Nya, tidak ada yang keluar dari padanya kecuali yang benar”. (HR Bukhari).[6]
         
Hadis ini dapat dijadikan dasar tentang penulisan hadis pada massa Rasulullah SAW. Sebahagian ulama juga berpendapat bahwa larangan menulis hadis hanya ditunjukan kepada mereka yang dikhawatirkan akan mencampuradukan hadis dengan Al Qur’an. Izin hanya diberikan kepada mereka yang tidak dikhawatirkan akan mencampur adukan hadis dengan Al Qur’an. Intinya mereka berpendapat bahwa tak ada pertentangan antara larangan dan keizinan, apabila kita fahamkan, bahwa yang dilarang adalah pembukuan resmi seperti halnya Al Qur’an, dan izin itu diberikan kepada mereka yang hanya menulis Sunnah untuk dirinya sendiri. Hal ini juga dikuatkan oleh Riwayat Al Bukhari yang meriwayatkan bahwa ketika nabi dalam keadaan sakit berat, beliau meminta dituliskan pesan-pesannya untuk menjadi pegangan umat.

• Mempertemukan dua hadis yang bertentangan                                                       
         
Dengan melihat dua kelompok hadis yang kadang-kadang bertentangan, mengundang para ulama untuk mencarikan jalan keluanya. Ada beberapa pendapat para ulama tentang penyelesaian dua hadis yang bertentangan yaitu dengan cara menggugurkan salah satunya sehingga hanya menggunakan satu hadis sebagai acuan seperti dengan jalan nasikh dan mansuk, dan ada juga para ulama yang mencoba untuk menyadupadankan dua hadis tersebut menjadi satu sehingga keduanya dapat digunakan (Ma’mul).

2. Hadis Pada Masa Sahabat
         
Periode kedua sejarah perkembangan hadis adalah masa sahabat, khususnya pada masa Khulafa’Al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar ibn Khatab, Usman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib) yang berlangsung sekitar 11 H sampai 40 H. Masa ini juga disebut dengan masa sahabat besar karena perhatian para sahabat masih terfokus pada pemeliharaan dan penyebaran Al Qur’an, sehingga periwayatan hadis belum begitu berkembang.

a. Menjaga Pesan Rasul SAW
         
Pada masa menjelang akhir hidupnya Rasulullah berpesan kepada para sahabat untuk menuliskan pesan-pesan beliau yang kemudian bisa dijadikan sebagai acuan setelah Al Qur’an. Sebagaimana beliau bersabda :
          ”Telah aku tinggalkan untuk kalian dua macam, yang tidak akan sesat setelah berpegang kepada keduanya, yaitu kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnahku (Al-Hadis)”.(HR. Malik)[7]
dan Nabi juga bersabda bahwa:
         
Pesan-pesan Rasul sangat berpengaruh bagi kehidupan para sahabat oleh karena itu mereka selalu memberikan perhatian penuh terhadap apa-apa pesan yang ditinggalkan Nabi dan itu semua mereka aplikasikan ke dalam kehidupan mereka sehari-hari baik itu berupa perkataan perbuatan maupun taqrir dari Nabi. Dengan demikian pesan yang tinggalkan nabi dapat terpelihara dengan dengan baik.

b. Berhati-Hati Dalam Meriwayatkan Dan Menerima Hadis
         
Para sahabat sangat berhati-hati dalam meriwayatkan Hadis Rasul SAW. Karena khawatir terjerumus pada kesalahan dan karena takut ada kesalahan masuk kedalam sunah.padahal sunah merupakan sumberhukum islam pertama sesudah Al-Qur’an .dan kerena itu mereka selalu menempuh setiap jalu yang bisa menjaga hadis tetap berjaya. Dalam meriwayatkan hadis para sahabat sngat berhati-hati dan selalu membatasi diri karena lasan menghormatinya, bukankarena enggan terhadapnya. Oleh karena itu, para sahabat khususnya khulafa al-rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali) dan sahabat lainnya, seperti Al-Zubair, Ibn Abbas dan Abu Ubaidah berusaha memperketat periwayatan hadis dan penerimaan hadis. Hal ini dapat kita lihat dari sikap mereka dalam menerima dan meriwayatkan hadis, seperti Umar ibn Alkhathab dikenal sangat membenci orang yang memperbanyak meriwayatkan hadis.sahabat lain juga ada yang menempuh jalur yang seperti itu. Mereka tidak akan meriwayatkan hadis kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak. Dan bila telah meriwayatkan hadis, mereka akan sangat teliti dalam menempuhnya. Biasanya seusai meriwayatkan hadis. Mereka akan mengatakan : ﻨﺤﻮﻫﺫ (seperti ini), ﺃﻮﻛﻣﺎﻗﺎﻞ (atau seperti yang disabdakan Rasul SAW) atau kata-kata lain yang sejenis. Kemudian, para sahabat juga suka meminta diajukan kesaksian ketika ada orang yang mau meriwyatkan hadis.
         
Perlu dijelaskan bahwa pada masa ini belum ada upaya secara resmi untuk menghimpun hadis dalam satu kitab, seperti halnya Al Qur’an. Hal ini disebabkan agar tidak memalingkan perhatian atau kekhusuan mereka (umat Islam) dalam mempelajari Al-Qur’an. Sebab lain pula, bahwa para sahabat yang banyak menerima hadis dari Rasul SAW sudah tersebar di berbagai daerah Islam untuk melakukan pembinaan, sehingga untuk mengumpulkan para sahabat sangat sulit selain itu sering terjadi perbedaan pendapat tentang lafaz dan makna hadis serta kesahihannya.


c. Periwayatan Hadis dengan Lafaz dan Makna
         
Pembatasan atau penyederhanaan periwayatan hadis yang ditunjukan oleh para sahabat, dengan sikap kehati-hatiannya bukan berarti hadis Rasul tidak diriwayatkan. Hadis-hadis tersebut tetap diriwayatkan, khususnya hadis yang berkaian dengan kehidupan masyarakat sehari-hari seperti dalam permasalahan ibadah dan muamalah. Ada dua jalan dalam meriwayatkan hadis dari Rasul SAW yaitu dengan jalan periwayatan Lafzi (redaksinya persis seperti yang disampaikan Rasul SAW) dan kedua dengan jalan periwayatan maknawi (maknanya saja).

• Periwayatan Lafzi
         
Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa periwayatan lafzi adalah periwayatan hadis yang redaksinya persis seperti apa yang disampaikan Rasul dan ini hanya bisa diriwayatkan oleh para sahabat apabila mereka hafal benar apa yang telah disabdakan Rasul.
         
Kebanyakan para sahabat menempuh periwayatan hadis dengan jalan ini. Mereka berupaya agar periwayatan hadis sesuai dengan redaksi yang telah disampaikan Rasul bukan menurut redaksi mereka. Bahkan menurut ’Ajjaj Al-Khathib, sebenarnya para shabat menginginkan agar periwayatan itu dengan lafzi bukan dengan maknawi. Sebagian dari mereka secara ketat melarang meriwayatkan hadis dengan maknanya saja, hingga satu huruf atau satu katapun tidak boleh diganti.begitupula tidak bioleh mendahulukan susunan kata yang disebut Rasul dibelakang atau sebalknya atau merinankan bacaan yang tadinya tsiqal (berat) dan sebaliknya. Dalam hal ini Umat Kahathab pernah berkata :
                             
”Barang siapa yang mendengar hadis dari Rasulullah SAW kemudian ia meriwayatkannya sesuai yang ia dengar, orang itu selamat”. [8]



• Periwayatan Maknawi
         
Di antara para sahabat lainnya yang berpendapat, bahwa dalam keadaan darurat, karena tidak hafal persis seperti yang diwurudkan Rasul SAW boleh meriwayatkan hadis secara maknawi. Periwayatan Maknawi artinya periwayatan yang redaksinya tidak persis sama dengan apa yang didengar dari Rasul SAW, akan tetapi isi dan maknanya tetap terjaga secara utuh, sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh Rasul SAW tanpa ada perubahan sedikitpun.
         
Karateristik yang paling menonjol para era sahabat ini adalah bahwa para sahabat neniliki komitmen yang kuat terhadap kitab Allah. Mereka memeliharnya dalm lembaran-lembaran mushaf dan dalam hati mereka. Kehati-hatian terhadap Al-Kitab ini juga diberlakukan sunnah meskipun disatu sisi ada larangan dari Nabi SAW untuk menuliskannya. Meskipun demikian mereka berupaya mempertahankan kemurnian kedua-duanya. Setelah Al-Qur’an sudah terkumpul dalam satu Suhuf, mereka baru berani menuliskan hadis.

3. Hadis Pada Masa Tabi’in
         
Pada dasarnya periwayatan pada masa Tabi’in tidak berbeda dengan periwayatan yang dilakukan oleh para sahabat sebagai guru mereka. Hanya saja pada masa ini Al-Qur’an sudah dikumpulkan dalam satu mushaf. Para Tabi’an belajar meriwayatkan hadis dari para sahabat yang pada saat itu menjadi pembina dari wilayah-wilayah islam.
         
Ketika pemerintahan dipegang oleh Bani Umayah, wilayah kekuasaan islam sampai meliputi mesir, Persia, Iraq, Afrika selatan, Samarkand dan Spanyol, disamping Madinah, Makkah, Basrah< Syam dan Khurasan. Sejalan dengan pesatnya perluasan wilayah kekuasaan islam, penyebaran para sahabat kedaerah-daerah tersebut terus meningkatsehingga masa ini dikenal dengan masa menyebarkan periwayatan hadis (instisyar al-riwayah ila al-amshar).
         
Dalam menyebarkan periwayatan hadis para sahabat dan Tabi’an selalu memperhatikan segala hal yang dapat menghilangkan nilai-nilai kemurnin hadis. Langkah-langkah mengagumkan yang dilakukan dari para Sahabat dan Tabi’in yang dalam pendidikn modern dikenal sebagai dasar-dasar pendidikan yang terpenting. Antara lain :

a. Memperhatikan kondisi para penuntut hadis
         
Para sahabat dan Tabi’in sangat memperhatikan kondisi dari para siswa. Mereka tidak akan memberikan suatu hadis , kecuali sesuai dengan daya tangkap para siswa. Mereka memberkan penjelasan hadits dan keterangan mengenai hubungan antara hadis, sehingga para siswa dapat menangkap hadis yang mereka berikan.
b. Menyampaikan hadis kepada yang pantas menerimanya.
         
Di samping memperhatikan kondisi para periwayat, sahabat dan Tabi’in juga antusias memberikan hadis kepada ahlinya dan para penuntutnya, tidak memberikannya kepada orang-orang dungu dan para pengumbar nafsu. Mereka berusaha keras agar yang menghadiri majelis hanyalah para penunut ilmu. Dalam hal ini, Az-Zuhriy berkata : ”Cacatnya (hadis) adalah bila ia tersebar di kalangan mereka yang bukan ahlinya”. Al-’Amasy juga berpendapat bahwa meriwayatkan hadis kepada yang bukan ahlinya adalah menyia-nyiakannya”. bahkan sering beliau mengatakan : ”Janganlah kalian sebar mutiara di hadapan kuku-kuku bagi, yakni hadis”. Maksudnya jangan kalian berikan hadis kepada yang bukan ahlinya.

c. Menuntut Hadis setelah Al Qur’an
         
Satu hal yang sangat jelas adalah bahwa kaum muslimin sangat menginginkan kitabullah, menjaga, mengkaji, membaca, memahami dan menafsirkannya. Para ahli hadis juga berpendapat bahwa tidak sepantasnya seseorang mempelajari hadis, kecuali setelah belajar membaca Al Qur’an dan menghafalnya, sebagian maupun keseluruhan. Kemudian ia baru diperkenankan mulai mendengarkan hadis dan menulisnya dari para guru.

d. Menghindari ahli munkar
         
Para sahabat dan tabi’in sangat mengkhawatirkan masuknya hadis-hadis yang masih meragukan dan hadis-hadis dha’if. Mereka melarang meriwayatkanya dan menghendaki kecermatan dalam melakukan periwayatan. Mereka lebih menganjurkan meriwayatkan hadis-hadis Ma’ruf dan menyebarkannya dikalangan penuntut ilmu, lebih-lebih para pendatang baru.

e. Menghormati dan Mengagungkan hadis Rasul SAW
         
Para sahabat dan tabi’in selalu berpegang kepada sunnah Rasul dan selalu mendahulukannya setelah Al Qur’an. Mereka tidak akan menerima ra’yu bersama sunnah, meski bagaimanapun kualitasnya dan juga kualitas pencetusnya. Di samping berpegang teguh kepada sunnah mereka juga memuliakan majlis-majlis hadis dan menghormati para penghafal hadis. Baik para guru maupun para murid beretika dengan hadits Rasul SAW.

 
KESIMPULAN

         
Hadis pada masa rasul diperoleh secara langsung tanpa harus ada ketentuan protokol baik hijab maupun perantara orang lain yang bisa menghalangi para sahabat bergaul dengan beliau, yang tidak dibenarkan hanyalah jika mereka langsung masuk kerumah ketika nabi tidak ada dirumah dan berbicara dengan para istri Nabi. Penyebaran hadis pada masa ini dilakukan di berbagai tempat, seperti di rumah, di masjid, di pasar, di jalan, di dalam safar, dan di dalam hadlar yang dilakukan secara bertahap baik disampaikan secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. pada masa rasul umat islam sudah berjumlah sekitar seratus juta jiwa.
         
Hadis pada masa sahabat dan tabi’in hampir sama dengan masa rasul hanya yang membedakannya adalah pada masa ini rasul telah wafat dan hanya meninggalkan dua perkara yaitu sunah dan al hadits. Penyebaran hadis pada masa ini dilakukan secara hati-hati guna untuk menjaga hadis agar tidak bercampur dengan hadis palsu karena begitu benyak orang yang menginginkan kehancuran islam. Banyak uapaya yang dilakukan para sahabat dan tabi’n diantaranya dalam para sahabat dan tabi’in sangat berhati-hati dan cermat dalam meriwayatkan hadis kemudian pada saat mereka menemukan situasi yang sangat mendesak mereka berusaha menjaganya dengan bentuk tulisan. Penyebaran ini dilakukan di tempat-tembat yang baik seperti pada tempat-tempat yang sering ditempati rasul saat mengajarkan para sahabat. Penyampaian yang mereka lakukan dilaksanakan berdasarkan konsep dasar-dasar pendidikan seperti : para sahabat selalu memperhatikan kondisi dari para penuntut hadis, mereka menyampaikan hadis kepada orang yang pantas menerimanya, menuntut hadis setelah Al Quar’an al-karim, dalam menyampaikan mereka memberikan variasi untuk menghindari kejenuhan dan mempelajari hadis secara berulang. Pada masa ini sudah banyak wilayah kekuasaan islam sehingga para sahabat menjadi terpisah-pisah karana merekalah orang yang akan melakukan penyampaian hadis kepada para penuntut hadis dari berbagai wilayah. Banyak sahabat yang menerima hadis dari rasul sehingga menimbulkan perselisihan dalam penafsiran dan periwayatan hadis, meskipun arah dan tujuannya tetap sama.


DAFTAR PUSTAKA

 Suparta Munzier, Ilmu Hadis, Rajawali Pers, Cet ke-1, Jakarta, 1993Ø

Muhammad Teungku, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, PT Pustaka Rizki Putra, Edisi ke-2, Cet-1,Semarang 1997Ø

Ahnan Maftuh, Kisah kehidupan Nabi Muhammad SAW Rahmatan Lil Aalamiin, Terbit Terang, Surabaya, 2001Ø

 Ajaj Al-Khatib, Ushul Al-Hadits Pokok-Pokok Ilmu Hadits, Gaya Media Pratama, Cet-1, Jakarta, 1998.Ø


[1] Ibn Munzhur, Lisan Al-Arab, Juz II, (Mesir: dar Al-Mishriyah, t.t), hlm. 436-439, Muhammad Al-Fayumi, Misbah Al-Munir Fi Gharibi fi Gharib Al-Syarh Al-Kabir li Al- Rafi’i, juz I, (Beirut: Dar Al- Kutub Al-Ilmiyah), 1978, hlm. 150-151.
[2]Goldziher adalah seorang orientalis kelahiran Hongaria yang banyak meneliti dan mengkaji literatur-literatur Islam ini terutama hadist.  
[3] Dr. Musthafa AL-Siba’i, Al-Sunnah wa Makanatuha fi Al- Tafsiri Al- islami, (Kairo: Dar AL-salam, 1998), Cet.ke 1, hlm 64
[4]Muhammad jamal Al-Din Al- Qasimi,Qawa’id AL-Tahdist min funun Mustalah Al-Hadist,(Beirut: Dar Al-kutub Al-Ilmiyah, 1979), hlm. 72-74.
[5]Lihat dalam kitab Al-Zuhd wa AL-Raqa’iq (hadist nomor 5.326) dalam Imam Muslim.
[6]Ibnu Hajar Al-Asqalani, jilid I, op.cit., hlm 218.
[7]Lihat kitab Al-jami’(hadis nomor 1.395) dalam Imam Malik, AL- Muwaththa’.
[8]Al-Ramaharmuzi, Al-Muhaddist Al-Fashil Baina Al-Rawi wa Al-Wa’i,(Beirut: Dar Al-Fikr,1984),hlm. 127.